Alasan yang Memboleh Ucapkan Selamat Natal
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Jika ada orang yang mengirim surat ke Trump agar masuk islam, tentu akan dianggap pelecehan dan sikap intoleransi. Bukan semata karena Trump tidak akan sudi, tapi teori teologi global melarang keras hal tersebut. Karena doktrin pluralisme agama melarang menganggap agama orang lain salah, dan agama sendiri paling benar. Dan itu dianggap benih terorisme dan fundamentalisme.
Ada dua hal yang seharusnya perlu kita bedakan, pluralitas dan pluralisme.
Pluralitas, yaitu adanya perbedaan agama, kultur dan budaya di alam ini, merupakan realita dan sunnatullah. Sedangkan Pluralisme yang mengajarkan bahwa semua perbedaan harus disikapi sama dan diberi nilai yang sama merupakan doktrin peradaban Barat. Sementara Truth claim (mengklaim kebenaran agamanya sendiri) dalam ideologi pluralisme, adalah tindakan yang sangat diharamkan.
Baca: Toleransi Salah Kaprah: Fenomena Topi Natal
Semua harus mengakui kebenaran semua agama. Tidak ada agama yang lebih benar dari agama lain. Sebab kebenaran itu adalah relatif, yang absolut hanya Tuhan.
Inilah yang menjadi dasar, mengapa ada sebagian tokoh masyarakat yang membolehkan kaum muslimin untuk mengucapkan selamat natal. Sebagaimana orang nasrani dibolehkan untuk mengucapkan selamat idul fitri.
Tapi kita bisa menilai, doktrin ini jelas sangat berbahaya dan tidak dibenarkan. Tidak hanya dalam islam, termasuk doktrin menurut agama lainnya. Dari situlah, negara memboleh masing-masing penganut agama untuk mengajarkan ajaran agamanya kepada orang lain. Artinya, menurut pengikut masing-masing agama, orang yang tidak memeluk agamanya berada dalam kesesatan.
Muslim dibolehkan medakwahkan islamnya kepada non muslim…
Nasrani dibolehkan mengajarkan agamanya kepada non nasrani…dst…
Dan kita mengakui bahwa ini bukan sikap fundamentalisme.
Dalam islam, kita diajarkan untuk yakin. Yakin bahwa islam-lah agama yang paling benar. meragukan hal ini, berarti imannya diragukan.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. al-Hujurat: 49).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi contoh kepada kita. Beliau berkali-kali mengirim surat ke berbagai raja kafir, menngajak mereka untuk masuk islam. Jika ini dianggap intoleran, berarti sama dengan menuduh beliau melanggar aturan.
Adanya idul fitri, natal, waisak, dst, itu kenyataan. Tapi jika itu semua anda samakan, ini doktrin pluralisme yang sangat tidak masuk akal.
MUI memfatwakan, tidak boleh menggunakan atribut agama lain, itu bagian dari keyakinan bahwa agama kita yang paling benar. Dan menggunakan atribut agama lain, bagian dari upaya menyamakan perbedaan itu. Karenanya, salah besar jika dianggap menebarkan bibit fundamentalisme apalagi terorisme, sebagaimana tuduhan media…
Baca: Fatwa MUI dan Sikap Ulama Terhadap Natal
Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/28793-alasan-yang-memboleh-ucapkan-selamat-natal.html